Sabri, Mantan Pekerja Migran yang Sukses Kelola Sangkar Burung

By Ekonompedia 4 Min Read
- Advertisement -

EKONOMPEDIA.COM – Menjadi perajin sangkar burung tidak pernah terfikirkan oleh Sabri. Profesi itu, digeluti warga Desa Sukorejo, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro ini, usai pulang merantau di Negeri Jiran, Malaysia.

Ya, Sabri mengaku pernah menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI), pada belasan tahun silam di Negara Malaysia. Setelah malang melintang di negeri orang, pria ini memutuskan pulang ke kampungnya di Desa Sukorejo, Malo. Tentu keputusan ini atas kemauan dirinya dan keluarga.

Setelah pulang kampung, awalnya masih bingung dengan apa yang dikerjakan. Suatu hari pada 2008 tahun silam, Sabri iseng membuat sangkar burung. Oleh tetangganya disarankan untuk menekuni. Apalagi bahan baku masih mudah didapat di Desa Sukorejo, Kecamatan Malo.

“Di Desa ini, masih banyak bahan bakunya yang tersedia, dari bambu, kayu randu, rotan juga ada.” ucap Sabri sambil merangkai sangkar burung.

- Advertisement -

Setelah menekuni beberapa tahun, rupanya usahanya mulai berkembang. Pesanan sangkar burung mulai banyak. Tentu saja ini membuat repot, terutama untuk tenaganya.

Sabri memutuskan merekrut anak-anak muda di sekitar rumahnya, khususnya mereka yang putus sekolah.

“Rata-rata anak muda disini memilih merantau dari pada melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, termasuk saya sendiri dulu,” ujarnya membuka cerita masa lalunya.

Awalnya, tidak banyak anak muda yang berminat. Alasannya masih banyak yang beranggapan kalau sangkar burung hanya sebatas hobi. Juga kecil kemungkinan untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Tak hanya itu, Sabri juga mengaku terkendala dalam permodalan. Meningkatnya permintaan tak sebanding dengan modal, terutama untuk proses produksinya.

- Advertisement -

“Sempat dulu kami kesulitan untuk meminjam modal, entah dari kelembagaan desa atau dari permodalan lainya, karena usaha kami ini belum selancar hari ini tentunya,” ujarnya.

Didalam produksinya, Sabri dan para perajin sangkar burung membuat beberapa model sangkar, diantarnya Kamper Gambar, Mahkota Merak, Mahkota Barong, Mahkota Mayangkara, Mahkota Jambu, Rajut Sintetis, Puter Jemur, dan masih banyak lainya.

“Beda model beda harga, mulai dari 85.000 hingga paling mahal 240.000, karena tergantung proses pengerjaanya dan juga tingkat kesulitannya” Ujarnya

- Advertisement -

Masa berlalu dan bisnisnya pun mulai berkembang. Singkat cerita, setelah menekuni usaha sangkar burung, Sabri, telah menemukan apa yang dikerjakan. Kini, Sabri dibantu 20 pengerajin dalam proses produksinya, dan membentuk kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang bernama Sangkar Jagad. Kelembagaan ini mempermudah managerial sekaligus menjadi tempat pembelajaran anak-anak muda yang ingin bergabung.

Atas keberhasilannya, beberapa instansi turut serta membantu Kelompok Sangkar Jagad. Mulai dari segi inovasi, permodalan, hingga memperluas jaringan pemasaran. Salah satu contoh adalah, mahasiswa UPN Surabaya, Pertamina EP Cepu, menggandeng lembaga pemberdayaan Lestari Muda Indonesia.

“Masih banyak lagi yang mengajak kerjasama,” tandas Sabri.

Berkat kerja keras Sabri dan anak-anak muda, sangkar burung karya Kelompok Sangkar Jagat, kian terkenal. Misalnya untuk distribusinya, mulai dari tingkat lokal di Bojonegoro, berkembang ke kabupaten tetangga.

Bahkan, kini penjualannya sampai ke berbagai daerah di Pulau Jawa dan beberapa daerah di Indonesia. “Ini kerja keras saya dan tentu anak-anak muda,” papar Sabri menutup cerita.(ull)

- Advertisement -
Share This Article