EKONOMPEDIA.C0M – Rupiah kembali tertekan pada perdagangan hari ini, Rabu (26 Juni 2024), seiring dengan rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan pemulihan lebih kuat dari perkiraan. Pelemahan rupiah ini juga berimbas pada performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tergelincir ke zona merah.
Analisis Faktor Penekan Rupiah:
- Data Ekonomi AS: Rilis data Durable Goods Orders (DGO) AS untuk Mei 2024 menunjukkan peningkatan tak terduga sebesar 1,1%, melampaui ekspektasi pasar 0,6%. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor manufaktur AS lebih kuat dari perkiraan, meningkatkan prospek pengetatan moneter (hiking) oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
- Kekhawatiran Resesi: Sentimen pasar global masih dibayangi oleh kekhawatiran resesi di beberapa negara maju, seperti AS dan Eropa. Investor cenderung mencari aset safe-haven seperti dolar AS, sehingga menekan nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
- Permintaan Impor: Pelemahan rupiah juga dipicu oleh meningkatnya permintaan impor untuk memenuhi kebutuhan domestik menjelang Hari Raya Idul Adha. Hal ini menambah tekanan pada neraca perdagangan dan memperlemah nilai tukar rupiah.
Dampak Pelemahan Rupiah:
- Harga Impor Naik: Pelemahan rupiah dapat menyebabkan kenaikan harga barang impor, seperti bahan baku, obat-obatan, dan elektronik. Hal ini dapat memicu inflasi dan menekan daya beli masyarakat.
- Beban Utang Pemerintah: Pelemahan rupiah juga dapat meningkatkan beban utang pemerintah yang denominasi dollar AS. Hal ini dapat memperberat defisit fiskal dan menghambat program pembangunan nasional.
- Penurunan Daya Tarik Investasi: Pelemahan rupiah dapat menurunkan daya tarik investasi di Indonesia bagi investor asing. Hal ini dapat menghambat aliran modal asing dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Performa IHSG Tergelincir:
Pelemahan rupiah juga berimbas pada performa IHSG yang tergelincir ke zona merah pada hari ini. Penurunan IHSG dipicu oleh aksi jual investor yang khawatir akan dampak negatif dari pelemahan rupiah terhadap sektor-sektor yang berorientasi ekspor.
Para analis memprediksi bahwa rupiah masih berpotensi mengalami tekanan dalam jangka pendek, seiring dengan ketidakpastian global dan kebijakan moneter The Fed. Namun, dalam jangka panjang, rupiah diprediksi akan kembali menguat seiring dengan pemulihan ekonomi domestik dan meredanya kekhawatiran resesi global.
Pelemahan rupiah dan tergelincirnya IHSG merupakan indikator bahwa ekonomi Indonesia masih rentan terhadap gejolak pasar global. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.