EKONOMPEDIA.COM-Baru-baru ini, pengangkatan sejumlah tokoh politik sebagai komisaris di berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali menuai sorotan. Praktik ini dikhawatirkan dapat menggeser profesionalisme dan memperkuat politisasi BUMN, yang berpotensi merugikan kepentingan rakyat.
Obral kursi komisaris BUMN dengan menempatkan figur politik dikhawatirkan dapat membawa beberapa risiko, di antaranya:
- Memperkuat politisasi BUMN: Penempatan kader politik di kursi komisaris berpotensi menggeser fokus BUMN dari mengejar keuntungan dan melayani publik menjadi alat politik untuk kepentingan golongan tertentu. Hal ini dapat memicu inefisiensi dan penyalahgunaan sumber daya BUMN.
- Menurunkan profesionalisme: Komisaris BUMN idealnya diisi oleh individu dengan keahlian dan pengalaman yang relevan di bidang ekonomi, bisnis, dan tata kelola perusahaan. Penempatan figur politik yang belum tentu memiliki kompetensi yang mumpuni dikhawatirkan dapat menghambat kinerja dan merugikan BUMN dalam jangka panjang.
- Menimbulkan konflik kepentingan: Potensi konflik kepentingan dapat muncul ketika komisaris BUMN yang memiliki afiliasi politik tertentu terlibat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan partainya. Hal ini dapat merugikan BUMN dan publik secara luas.
- Mengurangi kepercayaan publik: Praktik obral kursi komisaris dapat merusak kepercayaan publik terhadap BUMN. Masyarakat akan memandang BUMN sebagai lembaga yang tidak profesional dan mudah dimanipulasi untuk kepentingan politik.
Di sisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa penempatan figur politik di kursi komisaris BUMN dapat membantu BUMN dalam menjalin komunikasi dengan pemerintah dan membuka akses ke berbagai sumber daya. Namun, argumen ini perlu dikaji lebih dalam dengan mempertimbangkan potensi risiko yang lebih besar.
Obral kursi komisaris BUMN dengan menempatkan figur politik perlu dihentikan. Pemerintah harus mengedepankan profesionalisme dan kompetensi dalam memilih komisaris BUMN untuk memastikan BUMN dapat menjalankan perannya secara optimal dalam melayani kepentingan rakyat. Penempatan komisaris BUMN harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan mempertimbangkan rekam jejak, keahlian, dan pengalaman yang relevan.
Masyarakat perlu terus mengawasi dan mengkritisi praktik obral kursi komisaris BUMN. Kita harus mendorong pemerintah untuk menempatkan profesionalisme dan kepentingan rakyat di atas kepentingan politik dalam pengelolaan BUMN.
Sumber: