EKONOMPEDIA.COM-– Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan bahwa utang jatuh tempo pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menumpuk di era pemerintah Presiden terpilih Prabowo Subianto. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), jumlah utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp800,33 triliun, yang terdiri dari jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp94,83 triliun.
Jumlah tersebut naik signifikan jika dibandingkan dengan posisi utang jatuh tempo pada tahun ini yang sebesar Rp434,20 triliun, dengan rincian jatuh tempo SBN Rp371,8 triliun dan pinjaman Rp62,49 triliun. Sementara itu, utang jatuh tempo juga tercatat tinggi pada 2026 dan 2027, yang masing-masingnya mencapai Rp803,19 triliun dan Rp802,61 triliun. Dengan demikian, utang jatuh tempo pemerintah pada 3 tahun mendatang tembus Rp2405 triliun.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa kenaikan utang jatuh tempo yang signifikan dikarenakan kenaikan utang yang ditarik untuk kebutuhan penanganan pandemi Covid-19. “Komisi XI, Pak Perry [Gubernur BI], dan kita setuju menggunakan burden sharing. Burden sharing menggunakan SUN yang maturitasnya maksimum 7 tahun. Jadi kalau 2020, maksimum jatuh tempo dari pandemi di 7 tahun, maka konsentrasi di 3 tahun terakhir, 2025, 2026, dan 2027, sebagian di 2028,” katanya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI.
Sri Mulyani menyampaikan, pihaknya saat kembali menjadi Menteri Keuangan pada periode sebelumnya juga sempat menghadapi tingginya utang jatuh tempo dalam setahun, tapi tetap dapat terkelola dengan baik. “Kita bisa selalu smoothing out. Kemampuan menteri keuangan untuk bisa smoothing mengurangi jumlah yang jatuh tempo, berdasarkan kemampuan reprofiling, berdasarkan surat berharga yang jatuh tempo, ini hanya bisa dilakukan dengan market yang tetap bisa menganggap dan melihat secara teliti mana instrumen yang menguntungkan mereka, mana yang dari Kemenkeu yang juga prudent, itu semua berdasarkan market base,” jelasnya.
Dengan adanya peringatan ini, diharapkan pemerintah dapat lebih berhati-hati dalam mengelola utang dan memastikan bahwa utang tersebut dapat dilunasi tepat waktu. Selain itu, pemerintah juga perlu terus melakukan upaya untuk meningkatkan penerimaan negara agar dapat membayar utang tersebut.