Tips Agar Terhindar Dari Phising (Penipuan) Saat Menggunakan Fintech

By Ekonompedia 4 Min Read
- Advertisement -

EKONOMPEDIA.COM – Wakil Ketua Umum IV Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Marshal Pribadi menjelaskan, ada dua hal tantangan dalam menghadapi literasi digital bagi masyarakat Indonesia, terkhusus masalah Keuangan.

Selain kesadaran atas menjaga data pribadi, ia menerangkan bahwa tantangan utama yang dihadapi fintech adalah penipuan yang sering kali dilakukan oleh pihak ketiga.

“Ini sudah agak sulit dan butuh bantuan beberapa stakeholder, seperti Kementerian Kominfo, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bahkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri,” kata Marshall dikutip dari katadata.co.id

Menurutnya, masyarakat sudah memahami mengenai menjaga data pribadinya dan kepada siapa data itu dibagikan. Namun, masalah yang seringkali muncul adalah pihak ketiga yang phising atau sering disebut mengelabui calon nasabah dengan menggunakan perusahaan fintech illegal.

- Advertisement -

Kerap kali phising dilakukan dengan cara membuat laman seperti perusahaan fintech yang legal untuk menjebak calon nasabahnya ikut serta dalam mendaftarkan data pribadinya. Biasanya korban akan disuruh menunjukkan nama lengkap pribadi, nama ibu kandung, foto KTP, hingga foto korban dengan KTP yang bisa digunakan dalam mendaftar di platform fintech.

“Data ini dikumpulkan penipu untuk mengajukan pinjaman atas nama korban atau semata-mata datanya dijual,” jelas Marshall.

Tantangan kedua, pertumbuhan ekosistem pada fintech itu sendiri. Selayaknya perusahan pada umumnya, bagi perusahaan awal akan menjumpai persoalan permodalan pada masa awal, hal tersebut juga dialami perusahaan fintech yang baru muncul, mereka kebingungan dalam mengembangkan produk dan keamanan sistem.

Merespons risiko tersebut, AFTECH telah merilis kode etik Perlindungan Data Pribadi dan Kerahasiaan Data di Sektor Teknologi Finansial. Dokumen ini telah disusun sejak November 2021 dan bisa diakses secara publik di laman resmi AFTECH.

Dalam kode etik ini disebutkan bahwa pemilik data pribadi, dalam hal ini pengguna jasa fintech, memiliki lima hak yang wajib dipenuhi anggota AFTECH. Pengguna berhak untuk dijaga kerahasiaan dan keamanan data pribadinya dan mengajukan pengaduan atas kegagalan pelindungan data pribadinya.  Kemudian, pengguna berhak mendapat akses untuk mengubah atau memperbaharui data pribadinya, mendapatkan akses untuk memperoleh perekaman pemrosesan data pribadinya, serta meminta pemusnahan data pribadinya.

- Advertisement -

Pada 2020, riset AFTECH telah menunjukkan 22% platform fintech pembayaran dan 18% fintech lending pernah mengalami serangan siber. Bahkan 95% dari 154 fintech menyatakan kurang dari 100 penggunanya mengalami serangan siber.  Tidak bisa fintech mulai melejit kala pandemi Covid-19. Hingga Desember 2021 lalu, fintech lending berhasil menyalurkan pinjaman senilai Rp 13,6 triliun. Angka ini meningkat 40,94% dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya senilai Rp 9,65 triliun.

Begitu juga dengan fintech pembayaran, seperti OVO, GoPay, dan DANA, yang menguasai pasar uang elektronik Indonesia. Bahkan, nilai pangsa pasar platform ini berhasil mengalahkan bank sejak 2019 lalu. Pemegang pangsa pasar uang elektronik terbesar di Indonesia adalah OVO dengan nilai 20%. Di posisi kedua, ada uang elektronik besutan Gojek, GoPay, yang menyamai pangsa pasar Bank Mandiri senilai 19%.

Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono melihat pertumbuhan ini dengan nada sebaliknya. Dalam  acara International Seminar on Digital Financial Inclusion bagian dari Perhelatan G20 pada Februari lalu, ia menyayangkan tingkat inklusi keuangan Indonesia yang tidak sejalan dengan literasi keuangan yang masih rendah.

- Advertisement -

“Tingkat literasi keuangan hanya mencapai 36%. Ini membawa risiko penyalahgunaan data pribadi, penipuan di aplikasi, penggunaan algoritme yang berbahaya, dan praktik penagihan utang yang tidak sesuai,” kata Doni.

Sumber : katadata.co.id

- Advertisement -
Share This Article