EKONOMPEDIA.COM– Aplikasi platform digital asal China, Temu, menuai kontroversi dalam lingkup pasar Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Aplikasi ini diketahui memiliki sistem khusus yaitu Cross Border, yang menghubungkan konsumen dengan produsen secara langsung yang termasuk ke dalam puluhan pabrik di Cina.
Staf Khusus Menkop UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari, menyatakan bahwa jika penetrasi aplikasi Temu terjadi di Indonesia, maka akan berpotensi menimbulkan sejumlah dampak negatif terhadap bisnis UMKM di Indonesia. “Karena mereka (aplikasi Temu) memotong rantai distribusi dan menekan harga produksi di pabrik-pabriknya sehingga harga produk yang mereka jual bisa sangat murah,” jelas Fiki.
Fiki menyebutkan bahwa aplikasi Temu memotong jalur distribusi penjualan barang karena jalur tersebut langsung dari pabrik ke konsumen. Apabila menyasar pangsa pasar Indonesia yang konsumtif, maka situasi tersebut jelas mematikan bisnis UMKM lokal. “Model bisnisnya yaitu F to C atau Factory to Consumer. Jadi, semua barang akan diproduksi 80.000 pabrik yang terhubung dengan ekosistem mereka di Cina dan langsung bisa dikirimkan ke konsumen seluruh dunia tanpa perlu perantara,” terang Fiki.
Dalam konteks ini, pemerintah harus melatih dan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai skill mengelola AI untuk menjalankan pekerjaan baru yang akan muncul. “Di sini memang ini kita enggak bisa hindari karena pemerintah sendiri mendapatkan benefit juga dari ekonomi digital,” ucap dia.
Dengan demikian, meski berita ini tampak menyedihkan, kita harus melihatnya sebagai sebuah tantangan. Kita harus berjuang bersama untuk industri UMKM kita, karena pada akhirnya, yang terpenting adalah kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan ekonomi kita.