Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Puluhan tahun silam, para pelaku usaha di Tanah Air mengembangkan keahlian mereka, yaitu gemar memasak dan membuat camilan pelbagai jenis.
Salah satu contohnya adalah keripik tempe, yang menjadi ciri khas Desa Ngampel, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro. Keripik tempe di desa di sebelah timur Kota Bojonegoro, ini telah merambah di pelbagai tempat di kabupaten ini. Menjadi hal menarik, mengingat proses butuh kesabaran dan tentu ketelatenan.
Adalah Arif, seorang pelaku UMKM setempat, telah menjalankan usaha produksi keripik tempe sejak 2016. Di Desa Ngampel, keripik tempe buatan Arif, telah banyak beredar dan dikenal. Ciri khasanya, empuk, gurih dan rasanya kres..kres.. kalau dikunyah.
Menurut Arif, dulunya ada tujuh orang pengrajin tempe, tapi yang bertahan sampai saat ini hanya empat, termasuk dirinya. Sebagian warga yang beralih profesi memburu cuan dari profesi lainnya. “Kebanyakan alih profesi mencari cuan dari kegiatan lain,” ujar Arif pada jurnalis Ekonompedia.com, Dewi Wulan, pada 13 Januari 2025.

Arif memproduksi berbagai jenis makanan ringan, termasuk keripik tempe, keripik pisang, kembang goyang, dan rengginang. Dalam sehari, ia mampu menghasilkan sekitar 25 bungkus keripik tempe. “Produksi setiap hari, tapi langsung habis. Konsumen biasanya datang langsung ke sini setelah memesan lewat WhatsApp,” tambahnya.
Pemasaran produk Arif masih dilakukan secara sederhana, melalui mulut ke mulut dan status WhatsApp. Dari cara pemasaran yang sederhana, produk keripik tempe mulai dikenal. Dari tetangga, pertemanan, juga jaringan kawan-kawan pelaku usaha, keripik tempe Arif, kenal di masyarakat. Hanya saja dirinya mengaku bahwa metode pemasaran ini dianggap kurang efektif.
“Status WA kan terbatas. Kalau kita nggak punya kontaknya, yang beli ya itu-itu saja. Karena kurang update teknologi, jadi hanya itu yang bisa dilakukan,” ungkapnya.
Yang juga kerap memunculkan masalah yaitu, kenaikan harga bahan baku yang membuatnya harus berfikir ulang dan realistis. Contoh misalnya, harga minyak goreng yang cenderung naik turun, tetapi lebih banyak naiknya. Hal sama juga dengan harga bahan baku kedelai yang tiga tahun silam naik hampir dua kali lipat.
“Kami nggak mungkin menaikkan harga jual karena daya beli masyarakat menurun. Kalau dinaikkan, takutnya pelanggan malah kabur,” jelas Arif. Meski begitu, ia tetap berusaha mempertahankan pelanggan dengan keuntungan yang minim.

Dukungan dari Pertamina
Melihat kesulitan yang dihadapi pelaku UMKM, Pertamina EP Sukowati Field memberikan bantuan melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) UMKM. Bantuan ini meliputi pendampingan dan kemasan untuk produk-produk UMKM di Desa Ngampel.
“Bantuan yang didapat alhamdulillah dari Pertamina bersama Lestari memberikan ruang untuk UMKM, sehingga kami merasa terbantu. Harapannya, terus dilibatkan dalam setiap kegiatan Pertamina maupun pemerintah desa,” ujar Arif.
Arif berharap produk keripik tempe khas Desa Ngampel dapat dikenal lebih luas. “Ke depan, kami ingin produk ini tidak hanya dikenal, tapi juga disenangi dan dinikmati masyarakat yang lebih luas,” tambahnya.
Dengan dukungan berbagai pihak, UMKM seperti keripik tempe khas Desa Ngampel memiliki peluang besar untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian lokal. Strategi pemasaran yang lebih modern dan peningkatan kualitas produk dapat menjadi kunci keberhasilan di masa depan.
Penulis : Dewi Wulan
Editor : Widiatmiko