Stafsus Sri Mulyani Luruskan Utang BUMN Jadi Tanggungan Negara

By Ekonompedia 3 Min Read
- Advertisement -

EKONOMPEDIA.COM – Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo membantah utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) otomatis menjadi tanggung jawab negara. Jika demikian, total utang yang harus ditanggung negara menjadi Rp 17,5 triliun. 

“Utang pemerintah sebenarnya sebesar Rp 17.500 T? Bombastis dan menyesatkan! Faktanya, jumlah utang pemerintah tidak sebesar itu. Pun masih sesuai dan patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan serta dikelola dengan baik,” cuitnya di akun Twitter @prastow, Jumat (12/5/2023).

Prastowo menyebut utang pemerintah per 31 Maret 2023 “hanya” Rp 7,879 triliun berdasarkan data publikasi APBN KiTA edisi April 2023. Produk domestik bruto (PDB) mencapai 39,17%, dinilai aman.

“Apakah utang pemerintah sebesar itu aman? Ya, indikatornya adalah rasio utang pemerintah terhadap PDB yang besarnya 39,17%, jauh di bawah batas yang diperkenankan dalam Undang-undang sebesar 60%. Sehingga tidak benar jika dikatakan utang pemerintah lebih dari 100% PDB,” tuturnya.

Adapun potensi utang, dia juga mengoreksi. Utang kontinjensi disebut sebagai kewajiban negara tetapi belum pernah tercatat dalam APBN, seperti utang BUMN. 

- Advertisement -

Prastowo menjelaskan bahwa kewajiban kontinjensi adalah kewajiban kontinjensi yang timbul dari peristiwa masa lalu dan yang keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidaknya satu peristiwa atau lebih di masa depan, yang masa depan tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah. 

Menurut Prastowo, kewajiban kontinjensi tidak disajikan dalam neraca pemerintah, tetapi disajikan lengkap dalam catatan atas laporan keuangan pemerintah pusat untuk setiap ketentuan di akhir laporan. Memang kewajiban baru itu potensial, belum tentu akan terjadi atau dipenuhi.
Dalam laporan keuangan pemerintah pusat, dia mencontohkan, utang BUMN tidak termasuk dalam kategori kewajiban kontinjensi. Entitas lain seperti BUMN, Universitas Hukum Negeri (PTN BH), Pemda dan BUMD juga tidak masuk dalam ruang lingkup LKPP.

“BUMN sendiri merupakan kekayaan negara yang dipisahkan menurut UU Keuangan Negara. Utang BUMN tentu menjadi kewajiban BUMN, bukan kewajiban Pemerintah Pusat, termasuk untuk pembayaran pokok utang dan bunganya,” tegasnya.

Utang BUMN sendiri hanya dianggap sebagai utang kontinjensi negara jika utang tersebut dijamin oleh negara. Ketentuan ini juga tidak menjadi hutang umum sampai gagal bayar atau mitigasi gagal bayar selesai.
Adapun laba BUMN, menurut Prastowo, tidak serta merta menjadi penerimaan negara. Hanya ketika BUMN membayar dividen dalam jumlah tertentu, penerimaan dividen ini diakui oleh pemerintah sebagai pendapatan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Retorika soal utang juga menyinggung soal kewajiban pemerintah membayar pensiun. Prastowo mengatakan, pembayaran pensiun dilakukan setiap bulan sebagai bentuk apresiasi dan komitmen pemerintah kepada para pensiunan ASN/TNI/Polri atas pengabdian dan pengabdiannya dalam pekerjaan sektor publik.

“Pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem pengelolaan pensiun agar lebih baik dan memberikan manfaat yang optimal. Tata kelola program pensiun yang baru akan memperhatikan pembagian tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara adil dan akuntabel,” ungkap Prastowo.

- Advertisement -
Share This Article