EKONOMPEDIA.COM- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Selasa, 14 Mei 2024, ditutup melemah. Pada akhir perdagangan, kurs rupiah merosot 19 poin atau 0,12 persen menjadi Rp16.100 per USD dari sebelumnya yang sebesar Rp16.081 per USD.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa dolar AS menguat tipis karena fokus pasar beralih ke data inflasi AS yang akan datang. “Volatilitas ini kemungkinan akan berkurang pada awal minggu baru ini, karena para pedagang menunggu rilis data inflasi AS terbaru, yang kemungkinan akan menentukan sentimen jangka pendek mengenai potensi penurunan suku bunga,” kata Ibrahim.
Para analis memperkirakan laporan Indeks Harga Konsumen pada Rabu besok akan menunjukkan kenaikan inflasi sebesar 3,6 persen secara tahunan. Angka ini disebut akan menjadi kenaikan terkecil dalam tiga tahun terakhir.
Dari sisi domestik, surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2024 diperkirakan menyusut dibandingkan bulan sebelumnya. Surplus diperkirakan berada di kisaran US$ 3,5 miliar hingga US$ 4 miliar. Sehingga, kinerja ekspor dan impor diprediksi akan mengalami penurunan pada April 2024.
Surplus yang menyusut terutama dipengaruhi oleh ketidakpastian perekonomian di global, juga hari kerja yang lebih pendek di dalam negeri karena libur Lebaran. “Penyusutan surplus juga akan dipengaruhi oleh penurunan nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan impor,” kata Ibrahim.
Dengan berbagai pernyataan dan data yang ada, kita dihadapkan pada pertanyaan penting: Apakah tren penurunan rupiah akan berlanjut? Bagaimana dampaknya bagi perekonomian Indonesia? Dan bagaimana cara pemerintah dan sektor swasta memastikan stabilitas nilai tukar rupiah?
Pertanyaan-pertanyaan ini memerlukan jawaban yang jelas dan transparan dari semua pihak terkait. Karena pada akhirnya, kebijakan apa pun yang diambil haruslah demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.