EKONOMPEDIA.COM, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat kenaikan 9,9 persen secara tahunan (year-on-yeay/yoy) pada semester I/2023 menjadi Rp970,2 triliun.
Pada awal tahun 2023, penerimaan pajak masih mencatat pertumbuhan yang tinggi sebesar 48,7 persen (yoy). Namun Sri Mulyani menyampaikan, hingga periode juni 2023, tren penerimaan pajak tersebut terus mengalami perlambatan.
“Kinerja penerimaan pajak semester I/2023 masih tumbuh positif, tapi rate of growth-nya terus mengalami normalisasi atau penurunan. Kalau di awal tahun masih tumbuh 48,7 persen, sekarang sudah di 9,9 persen,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (24/7/2023).
Sri Mulyani mengakatan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 2022 yang tahun ini tidak berulang turut menjadi faktor yang mempengaruhi perlambatan penerimaan pajak tersebut. Sehingga realisasi dari PPh Final mengalami kontraksi sebesar 47 persen (yoy).
Selain itu, dia mengungkapkan penurunan harga minyak bumi juga memicu melambatnya realisasi penerimaan. Penurunan harga tersebut menyebabkan PPh migas terkontraksi sebesar 3,86 persen pada semester I/2023.
Penurunan impor pada periode tersebut juga memicu kontraksi PPN impor dan PPh 22 impor yang masing-masing sebesar 0,4 persen dan 2,4 persen.
Menurunnya impor tersebut berjalan sebanding dengan melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan dan perdagangan. Pada saat yang sama, sektor perdagangan juga melambat akibat penurunan harga komoditas.
Adapun, Sri Mulyani mengatakan bahwa pada semester I/2023 realisasi penerimaan yang tinggi masih tercatat oleh PPh nonmigas, sebesar Rp565,01 triliun atau tumbuh 7,85 persen.
Sejalan dengan itu realisasi PPN dan PPnBM juga tercatat sebesar Rp356,77 triliun atau tumbuh 14,63 persen.