EKonompedia.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengingatkan potensi bahaya “paylater” bagi stabilitas sektor perbankan. Lembaga pengawas jasa keuangan ini mewanti-wanti agar bank-bank di Indonesia lebih waspada terhadap risiko kredit macet yang bisa ditimbulkan oleh layanan “paylater”.
“OJK meminta perbankan untuk lebih waspada terhadap risiko ‘paylater’,” tegas Deputi Komisioner Pengawasan Stabilitas Keuangan OJK, Juda Agung, dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Kekhawatiran OJK bukan tanpa alasan. “Paylater”, yang menawarkan kemudahan pembayaran dengan sistem cicilan tanpa kartu kredit, telah menjadi tren populer di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. Namun, di balik kemudahannya, “paylater” menyimpan potensi bahaya kredit macet yang signifikan.
“OJK melihat peningkatan risiko kredit macet akibat ‘paylater’,” jelas Juda Agung. “Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas sektor perbankan.”
Pernyataan OJK ini didasarkan pada beberapa faktor. Pertama, minimnya edukasi dan literasi keuangan terkait “paylater” di kalangan masyarakat. Banyak pengguna “paylater” yang belum memahami dengan baik konsekuensi finansial dari layanan ini, sehingga berpotensi terjebak dalam hutang yang tidak terkendali.
Kedua, mudah dan cepatnya akses ke “paylater”. Banyak perusahaan fintech yang menawarkan layanan “paylater” dengan proses pengajuan yang mudah dan cepat, tanpa memerlukan persyaratan yang rumit. Hal ini membuat “paylater” semakin mudah dijangkau oleh masyarakat, termasuk mereka yang memiliki riwayat kredit yang buruk.
Ketiga, sistem penagihan yang lemah. Masih banyak perusahaan fintech yang belum memiliki sistem penagihan yang efektif untuk “paylater”. Hal ini menyebabkan banyak pengguna “paylater” yang menunggak pembayaran, sehingga meningkatkan risiko kredit macet.
Menanggapi kekhawatiran OJK tersebut, Asosiasi Bank Indonesia (ABI) menyatakan komitmennya untuk meningkatkan pengawasan terhadap layanan “paylater”. ABI juga akan bekerja sama dengan OJK dan perusahaan fintech untuk meningkatkan edukasi dan literasi keuangan terkait “paylater”.
“ABI akan terus berkoordinasi dengan OJK dan perusahaan fintech untuk meningkatkan pengawasan dan edukasi terkait ‘paylater’,” ujar Ketua Umum ABI, Hanafi Rachman, dalam kesempatan yang sama.
Namun, OJK tidak hanya mengandalkan komitmen dari ABI dan perusahaan fintech. OJK juga telah mengeluarkan beberapa regulasi untuk mengatur layanan “paylater”, seperti Surat Edaran OJK No. 13/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital.
“OJK akan terus memantau perkembangan ‘paylater’ dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sektor perbankan,” tegas Juda Agung.
Kesimpulan
“Paylater” memang menawarkan kemudahan dan fleksibilitas dalam bertransaksi. Namun, kemudahan ini harus diimbangi dengan kewaspadaan dan pemahaman yang baik tentang konsekuensi finansialnya. Masyarakat perlu meningkatkan edukasi dan literasi keuangan terkait “paylater” agar terhindar dari risiko kredit macet.
Perbankan dan perusahaan fintech juga memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sektor perbankan melalui pengawasan yang ketat, edukasi yang intensif, dan sistem penagihan yang efektif. Dengan kerjasama dari semua pihak, “paylater” dapat menjadi layanan keuangan yang bermanfaat dan aman bagi masyarakat.