EKONOMPEDIA.COM-Industri semikonduktor Indonesia berada dalam posisi yang sulit. Meski telah memulai upaya untuk mengembangkan industri silika sebagai titik awal pembangunan industri mikrochip di negara ini, namun beberapa negara ASEAN lainnya jauh lebih maju dalam perlombaan investasi semikonduktor.
Penurunan dalam industri semikonduktor ini bukanlah fenomena baru. Sejarah telah menunjukkan bahwa industri semikonduktor sering mengalami siklus naik turun. Namun, penurunan kali ini tampaknya akan berlangsung lebih lama, dan dampaknya pada industri semikonduktor Indonesia menjadi perhatian utama.
Indonesia memiliki sejumlah besar pasir silika, bahan baku untuk wafer silikon, yang merupakan blok bangunan dari chip semikonduktor. Namun, sumber daya ini tidak otomatis menjadi keunggulan kompetitif, mengingat silika dapat ditemukan di hampir setiap negara.
Menurut Muhammad Habib, peneliti di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta, perusahaan chip melihat Vietnam dan Malaysia sebagai tempat yang “lebih optimal” untuk produksi chip. “Indonesia tidak dapat menjamin kepastian regulasi,” kata Habib.
Namun, ada solusi yang dapat diambil. Pemerintah dapat merespons dengan menyesuaikan kebijakan industri mereka. Misalnya, mereka dapat mempertimbangkan untuk menaikkan tarif pajak pada sektor lain yang tidak terpengaruh oleh penurunan harga komoditas. Selain itu, pemerintah juga dapat memperkuat upaya mereka dalam memerangi penghindaran pajak dan meningkatkan efisiensi administrasi pajak.
Pada akhirnya, tantangan yang dihadapi oleh industri semikonduktor adalah tantangan yang harus dihadapi oleh semua pemerintah. Dengan strategi yang tepat, mereka dapat mengatasi tantangan ini dan memastikan bahwa mereka memiliki sumber pendapatan yang cukup untuk membiayai layanan publik dan investasi infrastruktur. Ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk bertindak dan merespons tantangan ini dengan bijaksana dan efektif.