EKONOMPEDIA.COM-Industri tekstil Indonesia, yang telah dikenal sejak zaman kerajaan melalui kegiatan kerajinan tenun dan batik, kini menghadapi tantangan berat. Meski telah berkembang menjadi bagian penting dari penggerak ekonomi global, industri ini masih mencatat kontraksi. Menurut Redma Gita Wirawasta, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), utilisasi industri tekstil masih stagnan di angka 45% sepanjang kuartal pertama tahun 2024.
Pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih menunjukkan angka negatif sebesar 1% yang diperkirakan akan berlanjut sepanjang tahun ini. Hal ini cukup mengkhawatirkan, mengingat industri tekstil telah menjadi bagian penting dari penggerak ekonomi global.
Namun, di balik angka pertumbuhan tersebut, terdapat tekanan yang dihadapi oleh industri tekstil. Salah satunya adalah tantangan visibilitas dan transparansi di era informasi. Maraknya permintaan dan peningkatan konsumsi fast fashion telah dirasakan berdampak pada lingkungan layaknya industri lainnya.
Industri tekstil dan garmen diyakini sebagai industri paling berpolusi kedua di dunia. Namun, industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja di negara-negara berkembang. Sayangnya, praktik keselamatan pekerja tekstil cenderung diabaikan, terutama dalam industri dengan permintaan produksi tinggi seperti fast fashion.
Untuk menghadapi tantangan ini, konsumen dan produsen harus melakukan upaya terus menerus untuk meningkatkan kesadaran dan menciptakan industri tekstil yang lebih ramah lingkungan, etis, dan mensejahterakan.
Dengan demikian, di balik angka pertumbuhan industri tekstil, terdapat tekanan dan tantangan yang harus dihadapi. Namun, dengan upaya dan kerja sama yang baik, industri tekstil Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi ekonomi global.