EKONOMPEDIA.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan baru untuk teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) atau platform pinjaman online, salah satunya membatasi penyaluran kredit oleh pemberi dana.
“Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya paling banyak 25% dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan,” demikian dikutip dari Peraturan OJK atau POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, Selasa (19/7).
Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya dilakukan secara bertahap dengan ketentuan, sebagai berikut:
- Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya maksimum 80% dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan berjalan paling lambat enam bulan sejak POJK ini diundangkan
- Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya maksimum 50% dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan berjalan paling lambat 12 bulan sejak POJK ini diundangkan
- Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya maksimum 25% dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan berjalan paling lambat 18 bulan sejak POJK ini diundangkan
“Besaran itu ditentukan berdasarkan informasi transaksi pendanaan penyelenggara sewaktu-waktu,” demikian dikutip.
Contohnya, penyelenggara menyampaikan informasi pendanaan Rp 50 miliar pada akhir bulan. Maka bulan berikutnya, setiap pemberi dana (lender) hanya dapat menyalurkan pendanaan paling banyak 25% atau Rp 12,5 miliar.
Ketentuan batas maksimum pendanaan itu tidak berlaku bagi pemberi dana yang merupakan pelaku usaha jasa keuangan yang diawasi oleh OJK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini salah satunya bank.
Pemberi dana tersebut dapat memberikan pendanaan paling banyak 75% dari posisi akhir Pendanaan pada akhir bulan. “Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha penyelenggara ditetapkan oleh OJK,” demikian dikutip.
OJK memang menggodok aturan yang akan membatasi pemberi pinjaman atau lender institusi, menyalurkan kredit lewat penyelenggara fintech lending sejak tahun lalu. Ini bertujuan mengurangi ketergantungan fintech terhadap bank.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B Bambang W Budiawan mengatakan, otoritas akan memperjelas kriteria lender institusi lewat regulasi tersebut, terutama yang berasal dari luar negeri. Ini agar fungsi pengawasan lebih efektif dan terukur.
Selain itu, penyaluran kredit lender institusi seperti bank, dibatasi 25% dari total outstanding tahunan penyelenggara fintech lending. “Ketergantungan platform sangat tinggi pada lender tertentu,” kata Bambang.
Menurutnya, platform fintech lending dengan jumlah lender institusi yang sedikit tetapi menguasai akumulasi kredit, kurang baik dari sisi manajemen risiko. “Lender dapat mengendalikan penyelenggara fintech,” ujarnya.
Sumber : katadata.co.id