EKONOMPEDIA.COM – Surabaya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang ekonomi kreatif. Aturan tersebut berisikan tentang pembiayaan kelembagaan bank maupun non-bank bagi pelaku ekonomi kreatif.
Salah satunya mengatur tentang pembiayaan berupa pinjaman uang dari kekayaan intelektual berupa konten YouTube sebagai jaminan. Dosen Peminatan Industri Kreatif Pasca Sarjana Universitas Airlangga (Unair), Igak Satrya Wibawa, menyebut, peraturan tersebut memberikan angin segar bagi konten kreator, khususnya di industri kreatif.
“Namun di Indonesia belum pasti penegakan peraturan itu. Kalau menjadi angin segar, iya tentu. Sebab, bagaimanapun konten kreator mendapatkan kesempatan lebih besar untuk berkarya,” ujarnya di Surabaya, Jumat (19/8/2022).
Igak juga menjelaskan, YouTube dan film dipilih sebagai salah satu konten dalam PP Ekonomi Kreatif karena semakin berkembangnya profesi konten kreator yang mendapatkan pengasilan lebih tinggi dari pada orang pada umumnya. Sehingga, media digital dapat diuji coba untuk memastikan konten yang dimuat layak sebagai jaminan peminjaman atau tidak.
Baru diterbitkannya PP Ekonomi Kreatif ini membuktikan respon pemerintah terhadap perkembangan teknologi cenderung lambat, namun langkah tersebut lebik baik karena ada penyesuaian dengan kondisi industri kreatif di Indonesia.
“Beberapa negara lain seperti Kanada dan Amerika Serikat, value mereka sudah ada, dan sudah ada komparasi value-nya dibanding dengan kita,” ujarnya.
Ia lalu mencontohkan film di Amerika yang memiliki value yang cukup besar, dan mempunyai tafsir nilai uang dari produk film itu sehingga bank memiliki ketepatan menaksir harga yang dikisar. Jika salah satu aktor seperti Brad Pitt membintangi film, maka bank akan menaksir berapa keuntungan dan kemungkinan pinjaman yang akan dikeluarkan.
“Sedangkan di Indonesia belum ada lembaga yang mengatur, menjamin, dan me-monitizing hal itu, yang mengukur harga nilai atau produk yang akan dijaminkan,” kata dia.
“Dari potensi isu tersebut,” lanjut Igak, “bank-bank di Indonesia akan sulit menerima konten sebagai jaminan utang. Sebab, bank juga ingin memiliki kepastian nilai konten untuk diekuivalenkan dengan sejumlah rupiah yang akan menjadi utang.”
Karena itu, perlu adanya langkah lebih lanjut terkait dengan peraturan tersebut, seperti keselarasan dengan lintas sektoral perbankan, hukum, dan hak cipta, adanya lembaga yang menaungi, dan banyak sektor lain yang juga harus dibenahi. Tujuannya agar program ini dapat berjalan dengan baik.
“Paling tidak industri kreatif saat ini mempunyai bayangan dan dapat mempersiapkan diri untuk membuat konten-konten yang solid, mempunyai nilai jual yang tinggi, dan tentu memiliki stabilitas yang dibutuhkan dalam perbankan,” ujarnya.
Sumber : republika.co.id